Rabu, 07 Agustus 2013
SARANA DAN PRASARANA DESA BANTARWARU
- Sekolah
- SDN Bantarwaru I beralamatkan di Jl. Raya Timur Blok Munggang
- SDN Bantarwaru II beralamatkan di Jl. Raya Timur Bantarwaru
- MTsN Bantarwaru beralamatkan di Jl. Raya Timur No. 541 Bantarwaru
- SMPN 1 Ligung beralamatkan di Jl. Raya Timur Blok Munggang
- Madrasah Ibtidaiyah PUI beralamatkan di Jl. Raya Timur Bantarwaru
- PAUD BUNDA PERTIWI beralamatkan di Jl. Raya Timur Bantarwaru
- PAUD dan Raudhotul Athfal Al-Anwariyah beralamatkan di Jl. Raya Barat Bantarwaru
- TK Mayang Cinde beralamatkan di Jl. Raya Timur Bantarwaru
- Masjid
-
- Masjid Jamie Nurul Huda
- Masjid Al Istiqomah
- Mushola
- Mushola At-Taqwa di Blok Jumat
- Mushola Al Barokah di Blok Jumat
- Mushola Tarbiyatul Aulad di Blok Jumat
- Mushola Al-Islah di Blok Jumat
- Mushola Al Bakir di Blok Sabtu
- Mushola Al An-Shori di Blok Sabtu
- Mushola Nurul Huda di Blok Sabtu
- Mushola Al Hidayah di Blok Sabtu
- Mushola Al Ma`ruf di Blok Minggu
- Mushola Darussalam di Blok Minggu
- Mushola Mambaul Amanah di Blok Minggu
- Mushola As Salam di Blok Minggu
- Mushola Miftahul Jannah di Blok Minggu
- Mushola Al Aqso di Blok Senin
- Mushola Al Ishak Jaruki di Blok Senin
- Mushola Al Karomah di Blok Senin
- Mushola Ar-Rohmah di Blok Senin
- Mushola Al-Ikhsan di Blok Kamis
- Mushola As-Shidiq di Blok Kamis
- Mushola Al Shodiq di Blok Kamis
- Pondok Pesantren
-
- Pondok Pesantren Darussalam beralamatkan di Jl. Raya Barat Bantarwaru
- Pasar dan Pusat Perbelanjaan
- Pasar Pagi Slamet terletak di Bantarwaru Utara rehabilitasi pada tahun 1970 menyelenggarakan pasar tradisional setiap hari Jum'at s/d Rabu pukul 02.00 s/d 08.00 yang sebelumnya terletak di timur simpang pertigaan jalan masuk ke jalan arah Desa Sukawera.
- AlfaMart terletak di Bantarwaru Barat buka jam 07.00 s/d 22.00
- Pasar Malam Mini terletak di Prapatan Bantarwaru buka pada malam hari setiap hari buka jam 17.30 s/d 02.00
- Pusat Kesehatan
- APOTIK SETYA FARMA yang terletak di JL. Raya Barat Bantarwaru no 10
- Tempat Wisata
- Wisata Air Cadas Buyut Cidum
- Wisata Bendungan Air Dam
- Wisata G-Net terletak di Depan Balai Desa Bantarwaru
Peristiwa Penting
Tahun 1923 - 1925 Jalan PUK dibangun dengan batu kerikil Jalur Desa Bantarwaru, Desa Ligung, Desa Bongas dan Desa Ampel.Tahun 1930 Pemekaran Desa Majasari
Tahun 1937 Kampung Tegal Maja diserahkan kepada Desa Bongas
Tahun 1938 Kampung Tegal Simpur diserahkan kepada Desa Buniwangi
Tahun 1982 Pemekaran Desa Sukawera beserta Kampung Cimuncang, Kampung Leuwiliang dan Kampung Dukuh Asih
Tanggal 5 - 8 Juni 2001 Tragedi Bentrok masyarakat antara Desa Bantarwaru dan Desa Ampel Korban luka parah dari Bantarwaru 1 orang, rumah yang ada di Bantarwaru dibakar 40 rumah lebih, dan di Ampel sekitar 28 rumah
Tanggal 8 Februari 2008 Internet Speedy sudah masuk Bantarwaru, dan sejak waktu itu banyak warnet di Desa Bantarwaru
NAMA DAN MASA JABATAN KEPALA DESA BANTARWARU
- H. Umar 1741 - 1778
- Tasem 1778 - 1819
- Umar Saleh 1820 - 1858
- Rd. Carang Pering Gandangi 1820 - 1899
- Dayat 1900 - 1937
- H. Moh. Ali 1938 - 1939
- Surya 1940 - 1943
- Soleman 1943 - 1947
- Amsor H. Rais 1948 - 1955
- Asmu'i/H. Basuni 1956 - 1962
- H. Ma`mun 1963 - 1979
- A. Radji 1980 - 1982
- Basari 1982 - 1982
- Abdul Karim 1983 - 1984
- M. Sya'roni Abdussalam Anwar 1982 - 1994
- Taryadi 1994 - 2000
- Abdul Karim 2000 -2001
- M. Sya'roni Abdussalam Anwar 2001 - 2007
- H. Narpan Supandi 2008 - 2013
SEJARAH DESA BANTARWARU
Pada tahun 1482 di Desa Kedongdong diadakan Pesta Raja para Demang
dan Kompeni Belanda yang menjadi Raja (SULTAN) di kesultanan Cirebon
waktu itu bernama Kesultanan Pakungwati.
Pada waktu pesta, Raja Syeikh Ngora dan Syeikh Bentong menyerang
Belanda dibantu oleh rakyat sekitarnya. Lokasi perang di lapangan TEGAL
BERSIH sebelah barat Desa Kedongdong dan sekarang termasuk wilayah Desa
Kodasari dan Susukan.
Peperangan yang sangat tidak seimbang antara jumlah Kompeni Belanda dengan pasukan Syeikh Ngora dan Syeikh Bentong sehingga Pasukan Syeikh Ngora dan Syeikh Bentong mengalami kekalahan.
Peperangan yang sangat tidak seimbang antara jumlah Kompeni Belanda dengan pasukan Syeikh Ngora dan Syeikh Bentong sehingga Pasukan Syeikh Ngora dan Syeikh Bentong mengalami kekalahan.
Pada waktu Syeikh Ngora lari dari kejaran pasukan Kompeni Belanda ke
arah barat ada hutan belantara yang banyak sekali ditumbuhi pohon waru,
beliau membuka hutan dengan menggunakan SELENDANG MAYANG CINDE bilamana
selendang itu dilempar menjadi api mulai membuka hutan.
Tahun 1568 seluruh warga kesultanan Cirebon berduka cita berpulang ke
alam baqa Syeikh Ngora setelah berusia 120 tahun dikuburkan di Astana
Gunung Jati Cirebon di depan pangimaman Masjid Astana disebut GEDE
BANTARWARU.
Setelah Ki Gede Bantarwaru wafat Pangeran Walangsungsang alias
Pangeran Cakrabuana atau Mbah Kuwu Cirebon (paman Sunan Gunung Djati)
yang merupakan murid dari Syeikh Datul Kahfi atau Syeikh Nur Djati,
mengutus Buyut Cidum untuk meneruskan perjuangan Ki Gede Bantarwaru,
karena tempat itu, dipersiapkan untuk persinggahan atau singgahnya para
pejuang atau penggeden, bahkan menjadi tempat persembunyian. Para
penggeden itu, tidak hanya dari Kesultanan Cirebon, tetapi juga dari
kerajaan lainnya. Mengingat, jaman itu, Kerajaan Pakuan Padjajaran yang
dipimpin Prabu Siliwangi (Ayah Pangeran Walangsungsang) masih berkuasa
didataran pasundan.
Jejak berupa situs atau peninggalan lainnya dari orang Agung sendiri
nyaris tidak bisa ditemui sekarang. Namun begitu, terdapat sisi lain
yang masih disimpan oleh penggeden. Misalnya, Syeikh Maulana dari
Kesultanan Cirebon, yang menyimpan ilmu kanuragannya berupa keris dan
batu merah delima berbentuk kemangmang (pewujudan, mungkin khodam dari
banaspati) di Pinangsraya (sekarang Buyut Raya). Konon, pusaka tersebut
hanya bisa diambil oleh keturunannya. Atau, cerita Syeikh Masran bin
Malik juga dari Cirebon, yang diutus untuk menaklukan dan mengusir
bangsa lelembut di bantaran Kali Cimanuk (wilayah Buyut Kati, basuh
cilik dan basuh gede). Lelembut yang tidak bersahabat dengan manusia
itu, ditaklukan untuk diusir, sebagian yang mengikuti (jawa = manut)
masih tersisa sampai sekarang. Tidak heran, sampai saat ini banyak orang
dari sejumlah wilayah yang berjiyarah di buyut pejaratan yang ada di
Bantarwaru.
Tentang Buyut Cidum, tidak ada informasi menyebutkan nama aslinya
siapa. Tetapi cidum sendiri diambil dari bahasa sunda yakni ceudeum,
artinya sejuk karena mendung atau sendu. Mengingat wilayah yang dihuni
Buyut Cidum (sekarang pejaratan Buyut Cidum) begitu sepi suasananya.
Ternyata, pada waktu yang sama juga, dua wilayah lainnya dibuka oleh
kedua adik Buyut Cidum. Ya'ni Buyut Arsitem di kawasan Desa Sumber,
Jatitujuh yang berbatesan dengan Indramayu, dan Buyut Depok di kawasan
Sambeng dan Cigasong, Palasah.
Seiring dibukanya pemukiman baru bernama Bantarwaru, para penduduk
dari luar daerah mulai masuk. Sedikitnya, terceritakan ada enam rumpun
yang menjadi cikal bakal berkembang atau menjadi nenek moyang masyarakat
Bantarwaru dan Ligung. Pertama berasal dari tanah Cakrabuana, Cirebon
dan Cirebon Girang. Termasuk Buyut Cidum juga berasal dari tanah
Cirebon. Selain itu, rumpun Galunggung yang datang dari tanah Sunda,
juga banyak migran ke Bantarwaru. Selanjutnya, berdatangan dari kawasan
lainnya, seperti Indramayu, Tegal, dan daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Jadi, bisa dimafhumi kenapa penggunaan bahasa masyarakat
Bantarwaru dan Ligung didominasi jawa. Namun sebagian penggunaan
bahasanya juga mengadopsi sejumlah kosakata sunda.
Hadirnya banyak rumpun, juga menjadikan banyaknya buyut pejaratan.
Sekiranya, terdapat tujuh yang semuanya berlokasi di Bantarwaru. Buyut
pejaratan yang paling tua yakni Buyut Cidum. Namanya diambil dari nama
tokoh yang membuka alas menjadi pemukiman itu. Kemudian Buyut Raya, nama
terebut diambil dari nama Pinangsraya. Tidak nyata siapa orangnya,
tetapi diceritakan orang Agung sakti yang pernah tinggal, lantas namanya
dijadikan nama pejaratan. Jauh setelah itu, terdapat Buyut Panggih atau
Buyut Kuru yang berada di Lunggandu, Dukuasih. Keberadaan Buyut Kuru
sebagai sesepuh dikawasan tersebut. Terus, pejaratan Buyut Nurilah yang
letaknya dibelakang Balai Desa Bantarwaru. Buyut Nurilah adalah seorang
petapa dari Indramayu yang hingga akhir hayatnya dimakamkan ditempat
tersebut. Adapun Buyut Kati, namanya diambil dari saudagar beras,
bernama Katijah yang dimakamkan dilokasi tersebut. Sementara lainnya,
terdapat Buyut Tekol dan Buyut Slamet. Intinya, penamaan buyut diambil
dari masyarakat tokoh pada fase-fase tertentu di Bantarwaru.
Mengenai pemisahan kawasan sendiri, baru belakangan dilakukan menjadi
dua wilayah. Pada masa Buyut Cidum dan sesudahnya hingga paling tidak
masa kemerdekaan, dua kawasan tersebut masih menyatu. Namun begitu,
muasal perbatasan Bantarwaru Ligung yakni kali mati, yang sekarang kali
mati itu sudah ditutup. Namun seiring waktu, dirubah perbatasannya,
yakni kali Cikeruh.
Langganan:
Postingan (Atom)